Ibuku Sayang

DI suatu sore. "Adi!" terdengar suara ibuku memanggil.
"Ya, Bu." Aku pun menyautnya.
"Bisa tolong bantu Ibu merapikan meja makan? Sebentar lagi waktunya makan malam," pinta ibuku dari dalam dapur. Aku merasa kesal karena aku sedang asyik-asyiknya menonton film kartun kesayanganku. Akhirnya aku pun berlari ke meja makan dengan perasaan malas. Aku merapikan meja makan dengan cepat tetapi asal-asalan karena aku tidak ingin ketinggalan film kartun kesayanganku. Setelah itu aku berlari secepat mungkin ke ruang keluarga untuk menonton film kesayanganku itu. Tetapi ketika aku menyalakan TV, film kartun itu sudah habis padahal besok hari Sabtu. Film itu hanya ada pada hari Senin sampai Jumat. "Ibuuuu....!" teriakku.
Dengan perasaan kaget, ibu berlari ke tempatku berada. "Ada apa, Adi?" tanya ibuku dengan perasaan khawatir.
"Gara-gara Ibu aku ketinggalan film kesayanganku!" kataku dengan sangat marah.
"Adi, Ibu minta maaf, tapi apakah kau tidak takut matamu harus menggunakan kacamata?" tanya ibuku dengan hati sabar.
"Nggak, aku nggak takut!" aku pun melawan omongan ibuku.
"Ya sudah, tapi jika matamu benar harus pakai kacamata, Ibu tidak akan membelikan kacamata!" kata ibuku.
"Peduli amat!" lagi-lagi aku melawan ibuku.
"Baiklah lihat nanti ya, Ibu tidak main-main!" Ibu pun akhirnya marah. Ibuku kembali ke dapur. Aku berjalan masuk ke kamar dan membanting pintu kamarku.
"Aduh!" kata ayahku dengan kaget. Ketika itu ayahku baru pulang dari kantor. Ayah tidak bertanya apa-apa karena pikirnya itu hanya Adi yang mungkin sedang ada masalah di sekolah. Karena memang sebenarnya aku sering mendapat masalah dengan teman-temanku. Esok paginya aku akan berangkat ke sekolah. Karena aku masih marah pada ibuku, maka aku pun tak berkata apa pun pada ibuku dan keluar rumah dengan membanting pintu rumah lalu aku masuk ke mobil.
Di sana ayahku sudah menungguku. "Ayo, cepat Adi, nanti Ayah telat ke kantor!" kata ayahku.
"Ya, Ayah," kataku. Sampai di sekolah aku memasuki ruang kelasku. Pelajaran pun dimulai. Pelajaran pertama adalah ulangan matematika. Tiba-tiba sesuatu terjadi padaku. Mataku terasa sangat buram. Aku teringat kata-kata ibuku kemarin. Aku sangat tegang. Dengan hati tegang, pelan-pelan aku melihat soal dengan sangat hati-hati. Sekolah pun selesai. Aku pulang ke rumah. Tiba-tiba ibuku menghampiriku dengan hati sangat marah. "Ada apa denganmu, Adi?" kata ibuku.
"Ada apa bagaimana, Bu?" tanyaku dengan bingung.
"Tadi guru pelajaran matematikamu menelefon Ibu. Ulanganmu dapat nilai 0!" kata ibuku.
"Hah?" aku kaget mendengarnya.
"Semua soal yang kau tulis salah! Padahal selama ini kau selalu mendapat nilai bagus," kata Ibu dengan perasaan sedih.
"Bu, Adi minta maaf. Sebenarnya mata Adi terasa buram saat mengerjakan ulangan. Adi tahu harusnya kemarin Adi mendengarkan perkataan Ibu. Sekarang Adi menyesal, Ibu selalu menasihati Adi tapi itu sebenarnya Ibu sayang sama Adi. Dan pada waktu Adi sakit demam berdarah, Ibu menunggui Adi di rumah sakit yang begitu membosankan, sampai-sampai pada malam hari Ibu tidak tidur karena menjaga Adi. Bu, Adi benar-benar menyesal. Adi minta maaf, Bu. Kalau Ibu tidak mau memaafkan Adi, tidak apa-apa, memang dosa Sarah terhadap Ibu terlalu banyak," kataku dengan mengeluarkan air mata. Aku takut bila Ibu tidak mau memaafkanku.
Tiba-tiba Ibu memelukku. "Sarah, Ibu juga minta maaf jika Ibu sering memarahimu. Nanti sore kita ke optik dengan Ayah, ya. Kita beli kacamata. Ibu memaafkanmu asal kamu mau mendengar kata-kata Ibu lagi, ya. Ibu sayang kamu, Sarah," kata Ibu.
"Ibu, Sarah juga sayang Ibu." Sore itu pun aku pergi ke optik memilih kacamata sekaligus memeriska mata bersama ayah dan ibuku tersayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar