FILSAFAT
Dalam bahasa Inggris filsafat
berarti philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani berarti philosophia
yang terdiri atas philos = cinta atau philia = persahabatan
(tertarik kepada) dan kata sophos = hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Secara etimologi filsafat
berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom).
Beberapa pengertian tentang
filsafat :
1.
Upaya
spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang
realitas.
2.
Upaya
untuk melukiskan hakikat realitas akhir, dasar dan nyata.
3.
Upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan (sumber, hakikat,
keabsahan dan nilainya).
4.
Penyelidikan
kritis atas pengandaian dan pernyataan yang diajukan oleh pengetahuan.
5.
Disiplin
ilmu yang membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang
dilihat.
ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab :
‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dan wazan fa’ila, yaf’alu yang artinya mengerti,
memahami dengan benar. Dalam bahasa Inggris berarti science, bahasa Latin
berarti scintia (pengetahuan) dan scire (mengetahui). Dalam kamus besar bahasa
Indonesia artinya pengetahuan suatu bidang secara sistematis berdasarkan metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang itu.
Ciri-ciri ilmu menurut
terminologi :
1.
Koheren,
empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2.
Koherensi
sistematik.
3.
Tidak
memerlukan kepastian lengkap menurut penalaran perorangan.
4.
Metode
yang berhasil harus terbuka.
5.
Metodologi.
6.
Bersumber
di dalam kesatuan obyeknya.
Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem, terukur, dapat dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan adalah informasi berupa
common sense, keseluruhan pengetahuan yang belum, tersusun baik metafisik maupun
fisik. Kedudukan ilmu lebih tinggi dari pengetahuan karena memiliki metode dan
mekanisme tertentu.
Adapun persamaan filsafat dan
ilmu :
1.
Mencari
rumusan yang sebaik-baiknya, selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.
Memberikan
pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian dan menunjukkan
sebab-sebabnya.
3.
Memberikan
sintesis yaitu pandangn yang bergandengan.
4.
Mempunyai
metode dan system
5.
Memberikan
penjelasan tentang kenyataan yang timbul dari hasrat manusia terhadap
pengetahuan yang mendasar.
PENGETAHUAN
Pengetahuan secara etimologi
yaitu knowledge (bahasa Inggris), dalam Encyclopedia of
Filosophy adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true
belief). Secara terminology, menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa
yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Dalam arti luas berarti kehadiran internasional obyek dalam subyek,
dalam arti sempit berarti kebenaran, kepastian. Pengetahuan dapat juga berarti
pengalaman sadar, harus benar agar tidak kontradiksi.
Dalam bahasa Inggris, pengetahuan
artinya knowledge, sedangkan ilmu artinya science. Pengetahuan adalah hasil
tahu manusia terhadap sesuatu atau perbuatan manusia untuk memahami obyek
tertentu, berwujud barang fisik, pemahaman melalui cara persepsi lewat indra,
akal atau masalah kejiwaan. Memiliki obyek tertentu, runtut, memiliki metode
yang umum.
Ilmu dan pengetahuan berbeda
karena ciri sistematisnya dan cara memperolehnya. Dalam bahasa pengetahuan dan
ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material, keduanya berbeda.
Ada beberapa sumber pengetahuan,
yaitu:
a.
Empirisme,
pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, bukan bawaan. Tokohnya : John Locke,
David Hume.
b.
Rasionalisme,
pengetahuan diperoleh dengan akal. Tidak mengingkari kegunaan indera dalam
memperoleh pengetahuan.
c.
Intuisi,
hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi (Henry Bergson),mengatasi sifat
lahiriah pengetahuan simbolis yang bersifat analisis,menyeluruh, mutlak tanpa
penggambaran simbolis, personal,tidak bisa diramalkan, tidak dapat diandalkan,
hanya sebatas hipotesa.
d.
Wahyu,
berasal dari Tuhan melalui para nabi.
LOGIKA
Logika berasal dari bahasa latin ‘logos’
yang berarti perkataan atau sabda, atau berasal dari kata arab ‘mantiq’ yang
diambil dari kata ‘nataqa’ yang berarti berkata atau berucap. Logika adalah
suatu cabang filsafat yang membahas tentang aturan-aturan, asas-asas, hukum-hukum
dan metode atau prosedur dalam mencapai pengetahuan secara rasional dan benar.
KEBENARAN
Kebenaran tertuang dalam
ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum, teori-teori,
ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan.
Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri
pengenal dan masyarakat pengenal.
Sebelum mencapai
kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan teori ilmiah sebagaiamana
kerangka ilmiah, akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu
pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak. Sebagaimana diungkap Ahmad
Tafsir dalam kerangka berfikir sebagai berikut:
a.
Yang logis ialah yang masuk akal
b.
Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional
c.
Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam
d.
Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai
dengan hukum alam.
e.
Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam
pengertian supra rasional.
Ada 3 jenis kebenaran, yaitu :
kebenaran epistemologis, berhubungan dengan pengetahuan manusia, kebenaran
ontologism yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala
sesuatu yang ada atau diadakan, dan kebenaran semantic yaitu kebenaran yang
terdapat dan melekat pada tutur kata dan bahasa.
ONTOLOGI
Ontologi dalam filsafat ilmu
mempelajari hakikat apa atau objek apa yang dipelajari oleh ilmu. Pertanyaan
itu kemudian diuraikan lagi menjadi Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
Dan bagaimana hubungan objek tadi dengan daya tangkap manusia. Sedangkan dari
segi istilah ontologi berarti studi yang membahas sesuatu yang ada.
Ontologi merupakan bagian dari
metafisika. Metafisika mengkaji mengenai realitas atau kenyataan; mengkaji alam
di balik realitas dan menyelidiki hakikat di balik realitas. Metafisika adalah
studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah sumber dari suatu realitas, apakah Tuhan
ada. Metafisika dapat berarti sebagai usaha untuk menyelidiki alam yang berada
di luar pengalaman atau menyelidiki suatu hakikat yang berada di balik
realitas. Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi
benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Objek telaah ontologi adalah yang
ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya di
lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontology banyak di gunakan ketika
kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang
ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas
tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya.
EPISTEMOLOGI
Masalah epistemology bersangkutan
dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan
sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui
batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang
pada akhirnya tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat
menganggap mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti
pertanyaan-pertanyaan epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari
kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan
bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya
kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan
adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
AKSIOLOGI
Dewasa ini ilmu bahkan sudah
berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia
itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kamanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan
lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya,
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan
perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. “bukan lagi
Goethe yang menciptakan Faust.” Meminjamkan perkataan ahli ilmu jiwa terkenal Carl
Gustav Jung,” melainkan Faust yang menciptakan Goethe.”
Menghadapi kenyataan seperti ini,
ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adanya mulai
mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: untuk apa sebenarnya ilmu itu
harus dipergunakan? Dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan? Ke arah mana
perkembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaa semacam ini jelas tidak
merupakan urgensi bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo dan ilmuwan
seangkatannya; namun bagi ilmuan yang hidup dalam abad kedua puluh yang telah
mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan kekhawatiran perang
dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan ini tak dapat di elakkan. Dan untuk
menjawab pertanyaan ini maka ilmuan berpaling kepada hakikat moral.
Sumber:
2014.
Buku Ajar Filsafat Ilmu, Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Sobur,
H.A.K. 2015. Logika dan Penalaran dalam
Perspektif Ilmu Pengetahuan. TAJDID Vol. XIV, No.2.