"Fruit Leather" Si Lembar Tipis Bergizi

KALAU diartikan berarti kulit buah, tetapi sebenarnya bukan dari kulit buah. Makanan kecil yang berasa manis ini malah belum terdengar gaungnya di pasar Indonesia.

Usia anak-anak sampai dewasa, siapakah yang tidak suka mengonsumsi makanan-makanan yang disebut camilan? Aneka ragam bentuk dan rasa dari makanan olahan tidak susah dicari di toko-toko swalayan. Akan tetapi, pernahkah Kawan mendengar fruit leather?

Kalau diperhatikan sekilas pandang, jenis makanan ini seperti terbuat dari kulit buah-buahan yang dikeringkan. Lagipula arti harfiah leather jika diterjemahkan menjadi kulit. Padahal, sebenarnya makanan olahan ini bukan dari kulit buah.

Makanan seperti ini, menurut tulisan Marleen Herudiyanto, dosen dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad, telah banyak diproduksi di Amerika, India dan negara-negara lainnya. Perkembangan penjualan fruit leather sedang meningkat di Amerika dan Eropa Barat, sedangkan di Indonesia fruit leather masih belum diproduksi secara komersial.

Karena masih jarang terdengar di Indonesia, pada saat dipamerkan, produk ini menarik perhatian konsumen Indonesia. Tahun lalu, kawan-kawan dari FTIP Unpad memenangi sebuah kontes makanan etnik tahun lalu. Kontes itu diselenggarakan oleh Dinas Indagro Provinsi Jawa Barat.

Teorinya, fruit leather merupakan salah satu produk manisan kering dari buah-buahan yang diawetkan dengan gula pada konsentrasi tertentu. Menurut Marleen, fruit leather mempunyai keuntungan tertentu yaitu daya tahan simpan yang cukup tinggi, mudah diproduksi dan nutrisi yang terkandung didalamnya tidak banyak berubah. Selain itu, biaya penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan relatif rendah karena lebih ringan.

Merunut pada definisi yang diberikan, produk ini bukan berasal dari kulit buah. Namun, buah-buahan, umumnya buah-buahan tropis, yang dibuburkan, lalu diolah hingga membentuk lembaran tipis dengan tekstur yang plastis, rasanya manis tetapi masih memiliki cita rasa khas buah yang digunakan, yang dihamparkan di atas loyang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50-600 C. Jenis buah-buahan yang telah diuji coba untuk jenis produk ini di antaranya stroberi, jambu biji, campuran mangga dan wortel, campuran labu kuning dan nenas.

Sekar Dianie S., salah satu mahasiswa yang ikut memamerkan fruit leather tahun lalu, telah berkali-kali melakukan percobaan campuran mangga kweni dan wortel. Tambahan wortel merupakan cara untuk mendapatkan warna menarik yang akan berpadu dengan aroma kweni yang menjadi produk olahan utamanya. "Sudah tidak perlu lagi ada zat pewarna lain," kata mahasiswa yang tengah menyusun laporan skripsinya ini.

Kalaupun ada tambahan zat lainnya, katanya, berupa gula sebagai pemanis dan gliserol yang membuat teksturnya lebih plastis. Menurut dia, gula, dalam konsentrasi tertentu, bisa menjadi unsur yang mengawetkan secara alami karena bisa mencegah mikroorganisme.

Pada pengolahan jenis buah yang lain, seperti stroberi, yang dilakukan oleh Febby Megasari, ditemukan manfaat vitamin yang tidak sedikit pada olahan stroberi. Setelah diolah, vitamin C pada buah itu meningkat menjadi 99.275 mg per 100 gram. Peningkatan itu terjadi pada saat pengeringan. Saat pengeritang terjadi, ada proses padatan dari gula, asam, serat, vitamin, dan mineral dari komposisi bahan yang digunakan.

Padahal, merunut data penelitian Febby yang mengutip data Departemen Kesehatan, kadar vitamin C pada stroberi segar adalah 60mg/100 gram. Kebutuhan harian vitamin C pada umumnya yaitu 45-75 mg per hari, yang berarti asupan ini dapat diperoleh dengan mengonsumsi 50 g fruit leather stroberi.

Selain itu, untuk produk olahan stroberi ini memberi keuntungan ekonomi yang lumayan. Dari sekitar Rp 125,00 per gram, dapat menghasilkan keuntungan 30%. Estimasi harga jualnya Rp 175,00 per gram. Harga ini lebih murah dari produk impor sejenis sekitar Rp 300,00 per gram.

"Karena prospeknya bagus, pengen juga ya… suatu hari bikin produk massalnya sendiri," kata Sekar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar