Misteri UFO


November 2007 lalu, satu panel yang beranggotakan mantan pilot, perwira militer, staf penerbangan, dan pejabat pemerintahan dari berbagai negara di seluruh dunia mendesak pemerintah AS agar membuka kembali penyelidikan mengenai berbagai klaim penampakan piring terbang atau UFO (unidentified flying objects). Panel juga meminta agar AS menempatkan masalah klaim UFO sebagai sesuatu yang serius. Pada saat bersamaan, di beberapa tempat dan negara, termasuk di Indonesia, sejumlah orang mengaku melihat benda yang mirip UFO. Apakah ini sekadar koinsidensi atau kebetulan? Ada apa sebenarnya dengan UFO? Beberapa tulisan dalam laporan yang kami muat ini diharapkan bisa memberikan tambahan informasi mengenai fenomena UFO yang hingga sekarang masih menjadi misteri ilmu pengetahuan.

Istilah UFO (Unidentified Flying Object) merujuk pada fenomena penampakan materi/benda atau energi/cahaya yang tidak lazim di angkasa (UAP – Unusual Aerial Phenomena) yang tetap tidak dapat diidentifikasi setelah dilakukan investigasi. Fenomena-fenomena yang telah berhasil diidentifikasi tentunya tidak lagi disebut UFO, melainkan dikategorikan sebagai IFO (Identified Flying Object).

Sebuah survei dilakukan majalah Newsweek atas rakyat Amerika sebelum peluncuran film "Independence Day", film yang mengisahkan invasi peradaban luar Bumi atas ras manusia. Hasilnya, 48 persen responden meyakini kebenaran fenomena UFO, 29 persen berpendapat telah ada kontak antara manusia Bumi dan makhluk luar angkasa (extraterrestrial being), dan 48 persen yang percaya adanya usaha pemerintah Amerika Serikat dalam menutup-nutupi pengetahuan tentang UFO kepada khalayak.

Sepengetahuan penulis, di Indonesia belum pernah dilakukan survei nasional tentang subjek yang satu ini. Meskipun tidak kurang dari 90 persen penampakan UFO pada akhirnya berhasil diidentifikasi sebagai objek-objek konvensional, adalah tidak mungkin untuk menolak seluruh klaim tentang fenomena yang satu ini.

Menurut Marsekal Muda TNI (Purn.) R.J. Salatun yang juga pernah mengepalai Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), fenomena UFO yang marak dilaporkan pasca- Perang Dunia II secara umum memperlihatkan ciri-ciri berikut ini. Pertama, fenomena UFO merupakan peristiwa yang terjadi berulang. Para pakar sejarah mengakui bahwa dari studi subjek-subjek seni zaman purba, artefak, maupun sastra kuno terdapat indikasi pengaruh asing (luar Bumi) sekaligus dugaan adanya "kunjungan" mereka ke Bumi sejak masa prasejarah. Bila hipotesis ini benar adanya, berarti fenomena UFO sudah dijumpai para leluhur manusia dan terus berlangsung hingga kini.

Kedua, fenomena UFO bersifat global. Kesaksian penampakan benda terbang tak dikenal muncul dari belahan Bumi mana pun, meski ada tendensi di wilayah tertentu dijumpai jumlah pelaporan yang lebih banyak daripada wilayah lainnya.

Ketiga, fenomena UFO dipenuhi berbagai keganjilan. Tentang hal ini, pakar UFO asal Prancis bernama Dr. Jacques Valle menyebutnya sebagai festival of absurdities.

Keanehan yang dimaksud seperti manuver-manuver udara yang tampaknya tidak dipengaruhi gravitasi ataupun hukum kelebaman, kemampuan memindahkan objek ke tempat lain dengan bantuan cahaya, terbentuknya lingkaran-lingkaran aneh (crop circle) di tanah pertanian atau perkebunan yang tidak merusak melainkan hanya membengkokkan tanaman, terjadinya kehilangan waktu atau missing time yang dialami oleh objek perjumpaan (seperti pada kasus yang dialami pasangan Barney dan Betty Hill pada 1961 ketika "disandera" alien sesuai pengakuan mereka), sampai mutilasi terhadap hewan-hewan ternak yang diakui para pakar forensik telah dilakukan dengan sangat sempurna.

Masih menurut R.J. Salatun, fenomena UFO juga tidak dapat diterangkan sebagai gejala yang sudah dikenal. Dari 4.400 laporan yang dianalisis dalam projek Blue Book milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF – United States Air Force), 27 persennya tidak dapat diterangkan sebagai benda atau gejala yang sudah dikenal meskipun telah diteliti dengan cermat. Sampai-sampai ada gurauan "orang-orang yang dapat dipercaya telah menyaksikan hal-hal yang tidak dapat dipercaya".

Ciri lainnya, fenomena UFO menunjukkan aktivitas yang berpola dan bertahap. Penampakan UFO muncul secara regional yang disebut sebagai gelombang UFO sambil menunjukkan pola operasi tertentu, dimulai dari pengintaian umum hingga pengintaian terperinci yang berujung pada aktivitas pengambilan sampel ataupun pengumpulan data biologis dan medis objek.

Riset UFO

Sebelum populernya istilah UFO, sebenarnya telah ada penamaan sendiri bagi benda-benda luar angkasa yang memasuki atmosfer Bumi (seperti asteroid) yang diberikan oleh Charles Fort, yaitu Objects Seen Floating (OSF). Kurang populernya istilah ini, boleh jadi, karena tidak banyak orang yang mengenal siapakah Fort, apa pekerjaan yang dilakukannya, atau kalaupun mengenal figur ini, publik tidak menganggapnya dengan serius. Barulah setelah kasus penampakan benda terbang tak dikenal yang dialami pengusaha asal Idaho Amerika Serikat, Kenneth Arnold, istilah UFO mulai menyebar.

Pada 12 Juni 1947 itu ia sedang melakukan penerbangan dengan menumpang pesawatnya sendiri. Ketika tiba di kawasan Gunung Rainier, sang pengusaha melihat sembilan objek terang yang terbang dengan kecepatan menakjubkan. Arnold melaporkan apa yang dilihatnya kepada otoritas yang berwenang dan ketika diwawancarai media, ia sempat mengatakan bahwa gerakan objek yang dijumpainya tersebut mirip dengan piring yang melompat-lompat di permukaan sebuah kolam. Sejak saat itulah, istilah "piring terbang" yang menggelikan menyebar luas dan digunakan publik untuk menamai semua objek aneh yang dijumpai di angkasa.

Penggunaan istilah UFO untuk menggantikan piring terbang pertama kali diusulkan oleh Kapten Edward J. Ruppelt pada tahun 1952 dengan pertimbangan istilah sebelumnya tidak mencerminkan keanekaragaman bentuk dari penampakan objek. Berangkat dari membanjirnya laporan publik maupun para pilot militer berkenaan dengan penampakan benda terbang tak dikenal yang disebut sebagai era gelombang UFO di Amerika, intelijen Angkatan Udara Amerika Serikat bekerja sama dengan FBI (Federal Bureau of Investigation) secara diam-diam memulai investigasi mereka terhadap fenomena yang terjadi.

Dalam investigasi tersebut dikerahkan ilmuwan-ilmuwan yang dipandang kompeten untuk memberikan kepastian perihal mungkin tidaknya fenomena yang marak diberitakan tersebut terjadi. Setelah bekerja selama beberapa minggu, tim yang bertugas berhasil menyimpulkan bahwa fenomena yang dilaporkan sebagai "piring terbang" tersebut tidak seluruhnya sebagai bualan ataupun fenomena alam yang sudah dikenal. Dengan kata lain, hadirnya benda terbang tersebut memang benar adanya.

Berbekal kesimpulan awal ini, pada akhir September 1947 telah direkomendasikan dilakukannya investigasi terhadap fenomena yang belum dapat dijelaskan tersebut melalui pembentukan projek Sign. Projek Sign yang dijalankan oleh angkatan udara pada akhir 1947 merupakan studi resmi atas UFO yang dimiliki pemerintah Amerika Serikat.

Hasil studi yang diperoleh melalui projek ini agaknya tidak memuaskan pihak pemerintah, sebab sebagian besar personel lebih suka melihat fenomena tersebut sebagai sebuah fenomena yang berasal dari luar Bumi. Dengan pandangan demikian, tim telah menyulut ketidaksenangan penguasa yang justru tidak menyukai gagasan tentang adanya kehidupan luar Bumi yang mengunjungi planet ini menggunakan armada transportasi yang kita sebut sebagai UFO. Alhasil, Projek Sign pun dibubarkan pada akhir tahun 1948.

Sebagai penggantinya, dibentuklah projek Grudge pada awal tahun 1949. Belajar dari pengalaman projek Sign, di dalam laporan finalnya setebal lebih dari 600 halaman yang disampaikan pada Agustus 1949 dengan tegas disimpulkan bahwa tidak berhasil dijumpainya bukti yang mendukung bahwa objek-objek yang dilaporkan merupakan hasil keunggulan teknologi asing yang dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan dalam negeri Amerika Serikat.

Lebih jauh disebutkan seluruh bukti dan analisis mengindikasikan bahwa laporan seputar benda terbang tak dikenal adalah hasil dari salah duga tentang berbagai objek konvensional, histeria massa dan perang urat saraf, pekerjaan pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menyebarkan kebohongan, dan bahkan akibat dari gangguan kejiwaan pelapornya. Meskipun demikian, dilaporkan pula bahwa 23 persen laporan yang diterima merupakan kasus yang tidak dapat dijelaskan. Tidak lama berselang setelah disampaikannya laporan final di atas, projek Grudge pun dibubarkan.

Sebagai kelanjutan dari rangkaian studi sistematik terhadap fenomena UFO oleh Angkatan Udara, dibentuklah projek Blue Book pada 1952 (menurut nama sebuah buku yang digunakan untuk keperluan ujian di sejumlah perguruan tinggi tertentu). Dengan Kapten Edward J. Ruppelt sebagai kepala dan astronom Dr. J. Allen Hynek menjabat konsultan ilmiah, riset tentang UFO memasuki babak baru berupa keterbukaan dan dikenal sebagai era produktif. Sayangnya, dengan dalih kepentingan keamanan nasional, akhir yang suram harus dialami pula oleh projek ini ketika investigasi Blue Book dikebiri dan nyaris hanya berperan sebagai kepanjangan lidah pemerintah untuk mengikis ketidakpercayaan publik atas penjelasan pemegang otoritas terhadap sejumlah fenomena UFO yang terjadi.

Meski sempat bertahan lama hingga empat kali pergantian pemimpin projek, berkenaan dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh Komite Condon (komite bentukan kongres sebagai sebuah badan riset ilmiah yang netral pada 1966) bahwa tidak ada sesuatu yang luar biasa dengan fenomena UFO dan bahkan tidak akan ada hasil signifikan yang diperoleh melalui riset lebih jauh atas fenomena yang belum terjelaskan, projek Blue Book pun akhirnya diputuskan ditutup pada 1969.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar